Home » , » Laporan Fisika Farmasi Kelarutan Semu/Total(Apparent Solubility)

Laporan Fisika Farmasi Kelarutan Semu/Total(Apparent Solubility)

Posted by Dika Ramadanu on Kamis, 27 September 2018


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Topik mengenai larutan perlu dipelajari lebih mendalam karena sangat penting, khususnya untuk ahli farmasi, sehingga dapat mengerti teori dan penerapan dari gejala kelarutan dan dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan- kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (dibidang farmasi). Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur dan obat gaya antarmolekul obat.

Kelarutan merupakan perameter yang perlu diketahui dalam penelitian perefomasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran, obat melalui fase pelarutan dalam cairan tubuh pelarutan didalam cairan tubuh. Kelarutan obat sering kali dipengaruhi oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel, kosolvensi, solubility atau zat-zat penglarut.

Bahan-bahan obat berupa senyawa organik yang bersifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi kelarutannya.Untuk obat-obat  yang bersifat  asam lemah, pada asam lemah, pada pH yang absolut rendah zat tersebut peraktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika pH dinaikan, maka kelarutannyapun akan meningkat, karena selain membentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan( kelarutan intrinsik ) juga terlarut obat yang terbentuk ion.

1.2.      Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pH terhadap kelarutan semu suatu obat  ?

1.3.      Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.

1.4.      Manfaat Percobaan
Dapat Mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi. 2003).
Kelarutan merupakan perameter yang perlu diketahui dalam penelitian perefomasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran, obat melalui fase pelarutan dalam cairan tubuh pelarutan didalam cairan tubuh. Kelarutan obat sering kali dipengaruhi oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel, kosolvensi, solubility atau zat-zat penglarut (Nugroho, 2000 ).
Bahan-bahan obat berupa senyawa organik yang bersifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi kelarutannya.Untuk obat-obat  yang bersifat  asam lemah, pada asam lemah, pada pH yang absolut rendah zat tersebut peraktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika pH dinaikan, maka kelarutannyapun akan meningkat, karena selain membentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan( kelarutan intrinsik ) juga terlarut obat yang terbentuk ion (Zulkarnain, dkk.2008 ).
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsure atau radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar,1990).
Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi yang menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya Psa adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. (Mangkoediharjo, 2005)
Absorpsi suatu obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya, melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke dalam sistem limfatik. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu metode in vitro, metode in situ dan metode in vivo. Absorpsi in situ melalui usus halus didasarkan atas penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus. Metode ini digunakan untuk  mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap permeabilitas dinding usus. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorpsi (Zulkarnain, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)
            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
·                     Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
·                     Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
·                     Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat. Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).


BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1         Waktu dan Tempat
Percobaan Fisika Farmasi yang berjudul “Kelarutan Semu/Total(Apparent Solubility)” ini dilakukan pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 14.20 sampai dengan 18.00 WIB. Percobaan ini dilakukan di laboratorium Fisika Farmasi yang bertempat di gedung Training Center Universitas Syiah Kuala (TC-Unsyiah).

3.2         Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, botol semprot, buret 50 mL, corong, erlenmayer, filler, gelas kimia 25, 250, dan 1000 mL, kaca arloji, labu ukur 500 mL, oven, pH meter, pipet tetes, pipet volume 10 mL, spatula, timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan adalah aluminium foil, aquadest, asam benzoat, kertas saring, KH2PO4, NaOH.

3.3         Prosedur Percobaan
3.3.1        Pembuatan Reagensia
a.         Pembuatan 1 L air bebas CO2
Diambil 1 L aquades. Dimasukkan dalam gelas kimia 1 L. Dipanaskan hingga mendidih. Diangkat dan ditutup dengan aluminium foil. Lalu ditunggu hingga dingin. Kemudian disimpan dalam botol reagen.
b.      Pembuatan 500 mL NaOH 0,1 N
Diambil NaOH 0,1 N sebanyak 2 g. Dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL. ditambahkan 100 mL H2O bebas CO2. Diaduk hingga larut. Dipindahkan dengan corong dalam labu ukur 500 mL. dibilas corong, batang pengaduk dan gelas kimia dengan H2O bebas CO2. Dipindahkan air bilasan ke dalam labu ukur. Ditambahkan H2O bebas CO2 hingg tanda batas. Lalu dikocok hingga homogen. Kemudian ditutup.

c.       Pembuatan 500 mL KH2PO4 0,1 M
Diambil KH2PO4 0,1 M sebanyak 13,6 g. Dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL. Ditambahkan 100 mL aquades. Diaduk hingga larut. Dipindahkan dengan corong dalam labu ukur 500 mL. Dibilas corong, batang pengaduk dan gelas kimia dengan aquades. Dipindahkan air bilasan ke dalam labu ukur. Ditambahkan aquades hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen. Lalu ditutup.
d.      Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 5,8; 6,0; 6,2; 6,4; dan 6,6
Diambil KH2PO4 0,1 M sebanyak 25 mL. Dimasukkan dalam erlenmayer 250 mL. Dotambahkan NaoH 0,1 M melalui buret hingga pH yang diinginkan. Diulangi percobaan pada pH yang lain.
e.       Larutan Dapar Fosfat
Dimasukkan dalam gelas kimia 50 mL. Ditambahkan 0,2 g asam benzoat. Diaduk selama 5 menit. Disaring dengan kertas saring yang diketahui beratnya. Dikeringkan dalam oven. Lalu ditimbang. Kemudian diulangi percobaan dengan dapar fosfat pH lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. (1979). “Farmakope Indonesia”. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
M. Idris Effendi. (2003). “Materi Kuliah  Farmasi Fisika”. Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.
Mangkoedihardjo, Sarwoko. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah kajian dengan pendekatan energi, ekosistem, dan ekologi. Seminar. Jurusan Teknik Lingkungan. 2005. Surabaya.
Nugroho, A.K. SuwaldiMartodiharjo, TejoYuwonoPengaruh Propilen Glikol Terhadap Kelarutan Semu Teofilin dan Kofein. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2002. Yogyakarta.
Zulkarnain, Abdul Karim. Arundita Kusumawida. Triani Kurniawati. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melalui Lumen usus in situ. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2008. Yogyakarta.
 PEMBAHASAN DIDAPAT SAAT PRAKTIKUM!




Thanks for reading & sharing Dika Ramadanu

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar

Populer