PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam bidang farmasi,
obat merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan dalam upaya menunjang upaya
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Banyak bentuk sedian farmasi
yang beredar di masyarakat diantaranya sediaan padat dan cair, terdapat sediaan
yang mengandung bahan aktif yang kelarutannya kecil dalam air. Suatu
obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga
obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik.
Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak
sempurna atau tidak menentu.
Secara global, larutan
telah banyak dikenal semua kalangan dan dapat ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya saja, teh, larutan garam dan gula (oralit), sirup, dan
lain sebagainya. Begitu pula bagi ahli farmasi khususnya tenaga teknis
kefarmasian, larutan tidak akan lepas penggunannya dalam setiap kegiatan
farmasi seperti meracik obat. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan
atau solutions adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut.
Kenyataan tersebut
mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kecepatan
pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat kelarutan yang kurang baik di
dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah atau
dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik
Salah satu cara yang
diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk meningkatkan kelarutan suatu
obat yang bersifat lipofilik atau hidrofobik adalah dengan membuat sediaan
emulsi
1.2. Rumusan Masalah
·
Bagaimana konsep dan
proses pendukung system kelarutan suatu obat?
·
Bagaimana pengaruh
konstanta dielektrik larutan campur terhadap konsentrasi asam salisilat?
1.3. Tujuan Percobaan
Memperkenalkan konsep
dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan
zat
1.4. Manfaat Percobaan
Dapat memperkenalkan
konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter
kelarutan zat
BAB II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
Hampir sebagian besar zat dapat melarut di dalam air, hanya ada
yang mudah dan bahkan ada pula yang sukar atau sedikit sekali larut. Kemampuan
melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya “jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah
pelarut pada suhu tertentu”inilah yang disebut kelarutan zat itu
(Mulyono,2006).
Kelarutan obat
dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Menurut U.S. pharmacopeia dan national
formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut
gram zat terlarut. Suatu larutan dikatakan larutan jenuh apabila berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat telarut) (Yoshita,1990).
Kelarutan
didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersinmolekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat
fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut. Juga bergantung pada factor
temperature, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung
pada terbaginya zat terlarut (Martin, 1990).
Perbedaan antara
pelarut dan zat terlarut sebenarnya relatif, suatu zat pada suatu saat dapat
merupakan solut dan pada saat lain merupakan solven. Biasanya kita mengambil
zat yang banyak sebagai pelarut dan zat yang sedikit sebagai zat terlarut.
Misalnya dalam alcohol 15% maka alcohol merupakan zat terlarut dan air
merupakan pelarut, dalam alcohol 96% maka alcohol sebagai pelarut sedangkan air
sebagai zat terlarut (Sukardjo, 1985).
Suatu senyawa akan
larut dan suatu pelarut pada suatu suhu tertentu sampai tercapai tekanan
osmotis jenuh, yaitu sampai dicapai suatu konsentrasi jenuh tertentu. Kelarutan
(harga jenuh) tergantung pada kesetimbangan dinamik antara molekul yang tidak
larut dan molekul yang larut (Kisman,
1988).
Konsentrasi maksimum zat terlarut yang dapat larut dalam
pelarut dengan kuantitas tertentu disebut kelarutan zat terlarut tersebut.
Kelarutan bergantung pada suhu. Kebanyakan padatan lebih larut dalam cairan
yang suhunya lebih tinggi dibandingkan pada suhu yang lebih rendah, sementara
gas lebih baik larut dalam cairan dingin dibandingkan dalam cairan panas. Suatu
larutan yang konsentrasi zat terlarutnya sama dengan kelarutannya disebut
larutan jenuh. Jika konsentrasinya lebih rendah, larutan disebut larutan jenuh.
Kita juga dapat membuat larutan lewat jenuh yaitu larutan tidak stabil yang
tidak mengandung konsentrasi zat terlarut lebih besar dari pada yang ada dalam
larutan jenuh (Schaum, 2008).
BAB
III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu
dan Tempat
Percobaan Fisika Farmasi yang berjudul
“Kelarutn Intrinsik Obat” ini dilakukan pada tanggal 21 Februari 2014 pukul
14.20 sampai dengan 18.00 WIB. Percobaan ini dilakukan di laboratorium Fisiska
Farmasi yang bertempat di gedung Training Center Unversitas Syiah Kuala
(TC-Unsyiah).
3.2 Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah batang
pengaduk, buret 50 ml, erlenmayer 100 ml, filler, gelas kimia 100, 250 dan 1000
ml, labu ukur 100 dan 250 ml, pipet tetes, pipet volume 10 ml, spatula, statif
dan klem, timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
aluminium foil, aquades, asam oksalat, asam salisilat, etanol, fenolftalein,
kertas saring, NaOH, propilen glikol, tissue.
3.3 Prosedur
Percobaan
3.3.1
Pembuatan
Reagnesia
a.
Pembuatan
1 L Aquades bebas CO2
Diambil 1 L aquades. Dimasukkan dalam
erlenmayer. Dididihkan dengan kompor listrik. Disumbat mulut erlenmayer dengan
kapas. Lalu ditunggu hingga dingin. Kemudian disimpan pada botol reagen.
b.
Pembuatan
500 mL NaOH 0,1 N yang dilakukan dengan H2C204
Ditimbang NaOH sebanyak 2 gram.
Dilarutkan menggunakan aquades. Lalu dimasukkan dalam labu takar 500 mL.
ditambahkan aquades hingga batas 500 mL. Diadukkan secara perlahan. Kemudian
dilakukan pembekuan dengan H2C204 menggunakan
buret.
c.
Pembuatan
20 mL indikator fenolftalein (PP) 10%
Ditimbang sebanyak 0,5 gram. Dimasukkan
dalam gelas kimia 50 mL, kemudian diaduk secara perlahan. Lalu dipindahkan
dalam labu ukur 50 mL. ditambahkan etanol sampai tanda batas. Dikocok sampai
homogeny. Dipindahkan ke tempat penyimpanan. Kemudian ditutup.
3.3.2
Pembuatan
aquades 6 mL
Diambil 6 mL aquades menggunakan pipet
tetes. Dimasukkan dalam gelas kimia 50 mL. ditambahkan 4 mL propilen
glikol.ditambahkan 1 gram asam salisilat. Diaduk selama 10 menit. Kemudian
disaring dengan kertas saring. Dimasukkan dalam labu erlenmayer 100 mL.
ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein (PP). dititrasi dengan larutan baku
NaOH 0,1 N. diulangi untuk volume tabung berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kisman, sarjono. 1998. Analisis farmasi. Terjemahan dari
pharmazeutische analityk oleh
H.J. Roth. Gadjah mada university press, Yogyakarta.
Martin,
Alfard,dkk. 1990. Farmasi Fisik.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Mulyono. 2006. MembuatReagen
Kimia di Laboratorium. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Schaum. 2008. Kimia untuk pemula. Terjemahan dari beginning
chemistry oleh david E. Goldberg.
Erlangga, Jakarta.
Sukardjo. 1985.
Kimia Anorganik. Rineka Cipta, Jakarta.
Yoshita. 1990. Farmasi fisik. Terjemahan dari physical
pharmacy oleh Alfred martin. Universitas Indonesia salemba, Jakarta.
PEMBAHASAN DIDAPAT SAAT PRAKTIKUM!
Thanks for reading & sharing Dika Ramadanu
0 komentar:
Posting Komentar