ABSTRAK
Telah
dilakukan percobaan dengan judul Termokimia. Percobaan ini bertujuan untuk
mengamati perubahan suhu, reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Reaksi eksoterm
dilihat dari hasil percobaan pencampuran air (H2O) dengan H2SO4.
Reaksi endoterm didapat dari hasil percobaan pencampuran air (H2O)
dengan NH4Cl. Reaksi eksoterm yang melepaskan kalor dari sistem ke
lingkungan menyebabkan hasil reaksi menjadi panas sehingga dapat menaikkan
suhu. Sedangkan pada reaksi endoterm yang menyerap panas dari lingkungan ke
system menyebabkan hasil reaksi menjadi dingin sehingga dapat menurunkan suhu.
Dan untuk melihat lebih jelas reaksi diruang tertutup dan ruang terbuka, maka
dilakukan reaksi antara senyawa HCl 1M dengan logam Zn. Dari percobaan
diketahui bahwa dalam ruang tertutup suhunya lebih tinggi dibandingkan reaksi
di ruang terbuka. Hal ini dipengaruhi oleh masuk atau tidaknya udara yang
bersuhu ruangan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Termokimia
merupakan cabang ilmu kimia yang merupakan bagian dari termodinamika yang
mempelajari perubahan-perubahan panas yang mengikuti reaksi-reaksi kimia.Reaksi
dalam termokimia ter bagi menjadi reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.Reaksi
eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan
sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke
sistem.
Jika
kita melakukan reaksi kimia, ada dua kemungkinan, menghasilkan panas atau
sebaliknya, membutuhkan panas. Hal ini bergantung pada system dan
lingkungannya. Ada system tertutup dan ada system terbuka. Sistem dan
lingkungan ini saling berinteraksi satu sama lainnya.
Jika
kita membahas termokimia, maka kita akan mengenal entalpi. Perubahan entalpi
adalah besarnya perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia pada tekanan tetap.
Entalpi dibedakan menjadi 5, yaitu: entalpi pembentukkan, entalpi penguraian,
entalpi pembakaran, entalpi netralisasi dan entalpi reaksi.
2.
Tujuan
Percobaan
Tujuan
dari percobaan ini adalah praktikan dapat mengetahui perubahan suhu serta dapat
membedakan antara reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAN
1.
Termokimia
Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia
disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena
tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara
langsung dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang
dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule. Berganti dengan
kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau perubahan entalpi.
Sebaliknya jika tahu DC atau DH suatu reaksi kita dapat meramalkan jumlah
energi yang dihasilkannya sebagai kalor.
(Atkins, 1994)
Kimia termo mempelajari perubahan panas yang
mengikuti reaksi kimia dan perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan
sebagainya). Satuan tenaga panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau
kilo kalori.
1 Joule = 10-7 erg = 0,24
kal
1 kal
= 4,184 joule
Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi
pada reaksi kimia, dipakai kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat
dinyatakan pada :
-
Tekanan tetap
-
Volume tetap
(Sukardjo,
1989)
Sebagian besar reaksi kimia yang
terjadi,disertai dengan penyerapan atau perubahan energi. Energi merupakan
kemampuan untuk melakukan kerja. Ketika sistem bekerja / melepaskan kalor,
kemampuan untuk melakukan kerja berkurang dengan kata lain energinya berkurang.
(Chang, 1995)
2.
Kalor Reaksi / Panas Reaksi
Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan
energi produk dan reaktan pada volume konstan (DE) atau pada tekanan konstan
(DH), sebagai contoh adalah reaksi :
Reaktan (T) → Produk (T)
DE = Eproduk – Ereaktan
Pada temperatur konstan dan volume konstan.
DH = Hproduk – Hreaktan
Pada temperatur konstan dan tekanan konstan.
Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu
satuan energi tetapi satuan umum yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau
H untuk tiap reaktan dan produk dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada
temperatur konstan tertentu, biasanya 298 K.
Jika DE atau DH positif, reaksi dinyatakan
“endotermis” dan jika DE atau DH negatif, reaksi disebut “eksotermis”.
(Atkins, 1994)
Proses pelepasan energi sebagai kalor disebut eksoterm. Semua reaksi
pembakaran adalah eksoterm. Proses yang menyerap energi sebagai kalor disebut
endoterm, contohnya adalah penguapan air. Proses endoterm dalam sebuah wadah
adiabatik menghasilkan penurunan temperatur sistem, proses eksoterm
menghasilkan kenaikan temperatur. Proses endoterm yang berlangsung dalam wadah
diatermik, pada kondisi eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan aliran
energi ke dalam sistem sebagai kalor. Proses eksoterm dalam wadah diatermik
menghasilkan pembebasan energi sebagai kalor dalam lingkungan.
(Dogra, 1990)
3.
Perubahan Entalpi Standar
Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika / kimia
biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar.
Dalam banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan entalpi standar DH°,
yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam
keadaan standar.
(Atkins, 1994)
4.
Kapasitas Kalor Zat
a.
Kapasitas kalor pada volume tetap
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada
kondisinya, misalnya sistem itu terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat
melakukan kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT
adalah dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai
kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena du = dqv
dapat dituliskan dv = Cv dT pada volume tetap dan menyatakan Cv = du/dT
dengan volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap
selama perubahan variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial”
terhadap variabel yang berubah. Notasi d digantikan dengan d dalam variabel
yang dibuat tetap ditambahkan subskrip.
(Atkins, 1994)
b.
Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan
perubahan temperatur yang sama adalah dq
D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada
tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang
diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak
khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara
umum Cv berbeda dengan Cp karena dqp =
dH, maka :
(Atkins,
1994)
5.
Kalorimetri
Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang
teramat dalam beberapa medium. Kalor spesifik dari zat adalah banyaknya kalor
yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1 gram zat pada 1°C. Besaran lain
yang berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan banyaknya kalor yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1°C. Banyaknya kalor
yang keluar maupun masuk dari zat adalah :
q = C . Dt
Dt adalah perubahan suhu yang diperoleh
dari tf – ti dimana tf merupakan temperatur final dan ti
adalah temperatur initial.
q = C (tf – ti)
Sehingga persamaan kalor spesifik :
q = m . d . Dt
Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat
yang menyerap kalor dan c = m.d
(Chang, 1995)
Alat paling penting untuk mengukur kalor adalah
kalorimeter bom adiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia
berawal dalam wadah bervolume tetap yang disebut bom.
Perubahan temperatur DT dari kalorimeter yang
dihasilkan dari reaksi sebanding dengan energi yang dibebaskan / diserap
sebagai kalor. Oleh karena itu dengan mengukur DT kita dapat menentukan qv.
Sehingga kita dapat mengetahui DV konvensi dari DT menjadi qv tidak bisa lepas
dari kapasitas kalor C dari kalorimeter. C adalah koefisien perbandingan antara
energi yang diberikan sehingga kalor dan kenaikan temperaturnya disebabkan :
q = C . DT
Untuk mengukur C, kita alirkan arus listrik
melalui pemanas dalam kalorimeter dan kita tentukan kerja listrik yang kita
lakukan padanya.
(Atkins, 1994)
6.
Hukum Hess
Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess :
“Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari
reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi.”
(Atkins, 1994)
Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat
ditulis sebagai rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui
panas reaksi dari masing-masing tahap di atas, maka panas reaksi yang
diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari
masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi
secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan.
Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi
internal merupakan suatu besaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi,
yaitu :
DH = DH1 + DH2 + DH3 ……… atau
qp = q¢p + q¢¢p + q¢¢¢p ………...
(Dogra,
1990)
7.
Asas Black
Asas Black menyatakan jumlah kalor yang masuk
sama dengan jumlah kalor yang dilepaskan pada suatu sistem.
(Mulyono, 2001)
8.
Reaksi Endoterm dan Eksoterm
Reaksi endoterm merupakan reaksi kimia yang
berlangsung dengan penyerapan kalor. Sedangkan reaksi eksoterm merupakan reaksi
kimia yang berlangsung dengan pelepasan kalor.
(Petrucci, 1987)
DAFTAR
PUSTAKA
Atkins,
PW. 1994. Kimia Fisik II. Erlangga:
Jakarta
Basri,
S. 1996. Kamus Kimia. Rineka Cipta:
Jakarta
Chang,
R. 1995. Chemistry. Random House: USA
Daintith,
J. 1990. Kamus Lengkap Kimia.
Erlangga: Jakarta
Dogra,
SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal.
UI Press: Jakarta
Mulyono,
M. 2001. Kamus Kimia. Ganesindo:
Bandung
Petrucci,
R. 1987. Kimia Dasar. Erlangga:
Jakarta
Robert,
and Caselo Mc. 1981. Basic Prinsiples of
Org Chemistry. CS: New York
Sukardjo.
1989. Kimia Anorganik. Bina Aksara:
Yogyakarta
PEMBAHASAN DIDAPAT SETELAH MELAKUKAN PRAKTIKUM!
Thanks for reading & sharing Dika Ramadanu
0 komentar:
Posting Komentar